Senin, 07 April 2014

Biarkan begini

Aku memang terbiasa begini. Hatiku sudah membiasakan diri tak berada di hati manapun. Pada siapapun. Bukan aku tak mau membukanya. Hanya saja, semua pintu tertutup. Bahkan sebelum aku sempat mengetuknya. Aku merasa baik-baik saja. Semua berjalan bahagia-bahagia saja. Bukan karena aku tak membutuhkannya, namun memang sudah terbiasa. Semua terasa biasa setelah ia memaksaku membiasakan diri. Waktu mengajariku dengan baik. Dan aku cepat sekali belajar. Menjalani hari dengan hati begini. Tak ada senyum yang ku nanti. Tak ada mata yang ingin ku tatap setiap pagi. Tak ada canda yang ku harapkan untuk menemani. Dulu memang ada. Iya, dulu. Walau aku masih merasakannya seperti baru kemarin.

Namun kini semuanya berbeda. Terlihat berbeda. Entah benar-benar berbeda atau tidak. Spertinya sudah tidak hampa. Aku gunakan kata sepertinya karena memang belum yakin benar. Karena memang bukan yang ku mau. Bukan dari arah yang ku harapkan. Bukan dari sesuatu yang ku impikan. Bukan darinya yang ku pinta. Aku memejamkan mata sejenak. Aku harus bertanya pada diriku. Apa aku inginkannya atau inginkan bahagia? Oh, mengapa tak bisa dua-duanya saja?

Kini aku kembali terbiasa. Ia tiba-tiba saja membuatku terbiasa bahagia. Meski masih abu-abu. Aku tak peduli. Sekeras apapun aku mengelak, nyatanya senyumku menyeruak. Meski bukan dari yang ku pinta. Tak mengapa. Bahagia datang darimana saja bukan? Iya, aku tahu persis itu. Aku tak mau terlalu jauh. Aku tak ingin terjerembab lagi. Aku sudah merasakan letihnya bangkit. Aku sudah merasakan lelahnya memaksa hati.


Jangan buat aku harus membiasakan diri dengan hampa lagi. Jangan. Aku tak mau membiasakannya lagi. Biarkan begini. Tetap begini. Jangan ambil bahagiaku lagi. Siapapun. Tetap buat hatiku merasa dimiliki. Aku benar-benar tak mau jika harus membiasakan diri lagi. Hati siapa yang mau hampa selamanya? Aku mohon. Tetap begini

Puisi

Pelangi setelah hujan

Pelangi muncul setelah hujan
Ombak berderu menyapu rindu
Apa ini jalannya?
Awalnya hanya diam
Mengapa tak berjalan?
Memikirkan yang bukan-bukan
Bukankah daun yang jatuh itu takdir?
Lalu demikian memang ada
Terlalu lama mendung
Bahkan tak pernah benar-benar hujan
Biar sekalian saja
Harusnya kan?
Kini ada yang menyapa hati yang terbiasa hampa
Kukuhkan saja prinsipnya
Jangan menengok!
Jatuh itu sakit bukan?
Ah, terbiasa
Ah, adaptasi
Pun bahagia atau pedih
Sama saja
Tak ada artinya
Jika semua sudah terbiasa, biasalah
Biasakan!
Bukan anak bodoh yang lalu berhenti menangis karena permen
Jangan berikan ia yang terlalu manis
Bisa batuk!
Berlari saja
Jangan mau ikuti arah
Terserah saja
Ada yang tengah menggenggam pelangi

Pelangi yang mana? Tetap berlari saja